Aqidah
Rukun Syahadat Yang Harus Dipenuhi

Rukun Syahadat Yang Harus Dipenuhi

Bagikan ini :

Agar Syahadat Kita Memberi Manfaat Untuk Pelakunya

Syahadat Laa ilaaha illallah harus terpenuhi syarat-syarat dan rukun-rukunya

Rukun Syahadatain

  1. Rukun ( لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ )  “Laa ilaaha illallah”

Laa ilaaha illallah ( لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ )  mempunyai dua rukun:

An-Nafyu atau peniadaan: “Laa ilaha” meniadakan syirik dengan segala bentuknya dan mewajibkan kufur terhadap segala apa yang disembah selain Allah.

Al-Itsbat (penetapan): “illallah” menetapkan bahwa tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah dan mewajibkan pengamalan sesuai dengan konsekuensinya.

Makna dua rukun ini banyak disebut dalam ayat Al-Qur’an, di antaranya firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

فَمَنْ يَّكْفُرْ بِالطَّاغُوْتِ وَيُؤْمِنْۢ بِاللّٰهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقٰى لَا انْفِصَامَ لَهَا

Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat …” [Al-Baqarah/2 : 256]

Firman Allah, “Siapa yang ingkar kepada thaghut” itu adalah makna dari “Laa ilaha” rukun yang pertama. Sedangkan firman Allah, “dan beriman kepada Allah” adalah makna dari rukun kedua, “illallah”. Begitu pula firman Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada Nabi Ibrahim alaihis salam:

اِنَّنِيْ بَرَاۤءٌ مِّمَّا تَعْبُدُوْنَۙ – اِلَّا الَّذِيْ فَطَرَنِيْ

“Sesungguhnya aku berlepas diri terhadap apa yang kamu sembah, tetapi (aku menyembah) Tuhan yang menjadikanku …”. [Az-Zukhruf/43 : 26-27]

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala , “Sesungguhnya aku berlepas diri” ini adalah makna nafyu (peniadaan) dalam rukun pertama. Sedangkan perkataan, “Tetapi (aku menyembah) Tuhan yang menjadikanku”, adalah makna itsbat (penetapan) pada rukun kedua.

Rukun Syahadat “Muhammad Rasulullah”

Syahadat ini juga mempunyai dua rukun, yaitu kalimat “‘abduhu wa rasuluh” (hamba dan utusanNya). Dua rukun ini menafikan ifrath (berlebih-lebihan) dan tafrith (meremehkan) pada hak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau adalah hamba dan rasulNya. Beliau adalah makhluk yang paling sempurna dalam dua sifat yang mulia ini, di sini artinya hamba yang menyembah. Maksudnya, beliau adalah manusia yang diciptakan dari bahan yang sama dengan bahan ciptaan manusia lainnya. Juga berlaku atasnya apa yang berlaku atas orang lain.

Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

قُلْ اِنَّمَآ اَنَا۠ بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ

“Katakanlah: ‘Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, …’.” [Al-Kahfi/18 : 110]

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْٓ اَنْزَلَ عَلٰى عَبْدِهِ الْكِتٰبَ

Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al-Kitab (Al-Qur’an) …”[Al-Kahfi/18 : 1]

سُبْحٰنَ الَّذِيْٓ اَسْرٰى بِعَبْدِهٖ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ

“Mahasuci Allah, yang telah memperjalankan hambaNya pada suatu malam dari Al-Masjidil Haram …” [Al-Isra/17 : 1]

Sedangkan rasul artinya, orang yang diutus kepada seluruh manusia dengan misi dakwah kepada Allah sebagai basyir (pemberi kabar gembira) dan nadzir (pemberi peringatan).

Disusun oleh: Anas Abdillah, S.Ud

0

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *