Syarat Laa Ilaaha Illalloh Yang Harus Dipenuhi
Syarat-syarat Laa Ilaaha IllAlloh adalah:
Agar syahadat seseorang bermanfaat untuk dirinya, maka harus terpenuhi syarat-syaratnya. Jika syahadat laa ilaaha illalloh adalah kunci surga, maka syarat-syarat laa ilaaha illalloh diibaratkan seperti gerigi-gerigi kunci tersebut.
Seseorang bertanya kepada Wahab bin Munabbih rahimahullah, “Bukankah laa ilaaha illalloh itu adalah kunci surga?” Beliau menjawab, “Ya, tetapi setiap kunci mempunyai gerigi, jika Anda membawa kunci yang bergerigi, maka kunci surga dibukakan untukmu, tetapi jika kunci Anda tak bergerigi, maka tidak akan dibukakan untukmu.”
Berdasarkan dalil-dalil yang ada, para ulama mengambil kesimpulan tentang syarat-syarat yang mesti dipenuhi, sehingga kalimat laa ilaaha illalloh menjadi kunci pembuka pintu surga, dan berguna bagi orang yang mengucapkannya. Syarat-syarat itu adalah gerigi kunci tersebut, yaitu:
1) al-‘Ilmu (ilmu atau pengetahuan tentang arti La Ilaha IllAlloh):
Pengetahuan tentang arti La Ilaha IllAlloh adalah hal utama bagi seseorang yang bersaksi atas syahadat tersebut. Tanpa mengetahui artinya, syahadat tersebut tidak akan berarti baginya. Arti yang wajib diketahui bagi seseorang yang bersyahadat adalah arti global. Sedangkan arti detail, perlu dipelajari terus untuk menambah keimanan seseorang dan mencegahnya dari terjatuh kepada lawan syahadat tersebut, yaitu kesyirikan.
فَٱعۡلَمۡ أَنَّهُۥ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا ٱللَّهُ وَٱسۡتَغۡفِرۡ لِذَنۢبِكَ وَلِلۡمُؤۡمِنِينَ وَٱلۡمُؤۡمِنَٰتِۗ وَٱللَّهُ يَعۡلَمُ مُتَقَلَّبَكُمۡ وَمَثۡوَىٰكُمۡ ١٩
“Maka ketahuilah bahwa tiada sesembahan (yang haq) selain Alloh.” QS. Muhammad (47): 19
وَلَا يَمۡلِكُ ٱلَّذِينَ يَدۡعُونَ مِن دُونِهِ ٱلشَّفَٰعَةَ إِلَّا مَن شَهِدَ بِٱلۡحَقِّ وَهُمۡ يَعۡلَمُونَ ٨٦
“…akan tetapi (orang yang dapat memberi syafa’at ialah) orang yang mengakui yang hak (tauhid) dan mereka mengetahui(nya).” QS. az-Zukhruf (43): 86
Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
(( مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ ))
“Barangsiapa yang meninggal dunia dan mengeta-hui bahwa tidak ada Ilah (yang berhak diibadahi) kecuali Alloh, niscaya dia akan masuk jannah.” (HR. Muslim No. 38 dan Ahmad No. 434)
2) al-Yaqin (keyakinan tentang kebenaran syahadahnya):
Seseorang yang bersaksi La Ilaha IllAlloh dan di hatinya meragukan kebenaran syahadat ini, maka syahadatnya tidak akan diterima.
إِنَّمَا ٱلۡمُؤۡمِنُونَ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ بِٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ ثُمَّ لَمۡ يَرۡتَابُواْ وَجَٰهَدُواْ بِأَمۡوَٰلِهِمۡ وَأَنفُسِهِمۡ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِۚ أُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلصَّٰدِقُونَ ١٥
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanya-lah orang-orang yang beriman kepada Alloh dan Rosul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu, dan berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Alloh, mereka itulah orang-orang yang benar.” QS. al-Hujurat (49): 15
Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
(( مَنْ لَقِيْتَ مِنْ وَرَاءِ هَذَا الْحَائِطِ يَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ مُسْتَيْقِنًا بِهَا قَلْبُهُ فَبَشِّرْهُ بِالْجَنَّةِ ))
“Barangsiapa yang berjumpa denganmu dari balik dinding ini dan dia bersaksi bahwa tidak ada Ilah (yang berhak diibadahi) selain Alloh, dan meyakini dengan hatinya, maka berilah kabar gembira bahwa dia akan masuk jannah.” (HR. Muslim No. 46)
3) al-Inqiyad (tunduk melaksanakan kandungannya):
Syahadat mempunyai berbagai tuntutan dan kandungan yang harus dilaksanakan sebagai konsekuensi dari keimanan kita kepadanya. Terhadap berbagai tuntutan dan kandungan tersebut, kita harus tunduk kepadanya, lahir dan batin.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَذَرُواْ مَا بَقِيَ مِنَ ٱلرِّبَوٰٓاْ إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِينَ ٢٧٨
“Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah ka-lian pada Alloh serta jauhkanlah diri kalian dari perbuatan riba jika kalian benar-benar orang-orang mukmin.” (QS. al-Baqoroh (2): 278)
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَأَطِيعُواْ ٱلرَّسُولَ وَأُوْلِي ٱلۡأَمۡرِ مِنكُمۡۖ فَإِن تَنَٰزَعۡتُمۡ فِي شَيۡءٖ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمۡ تُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِۚ ذَٰلِكَ خَيۡرٞ وَأَحۡسَنُ تَأۡوِيلًا ٥٩
“Wahai orang-orang yang beriman, ta’atilah Alloh dan Rosul-Nya dan ulil amri di antara kalian. Jika kalian bersengketa tentang suatu hal maka kemba-likanlah hu-kumnya kepada Alloh (al-Qur’an) dan Rosul (Sunnah-nya) jika kalian benar-benar beriman kepada Alloh dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagi kalian) dan lebih baik akibatnya.” (QS. an-Nisa’ (4): 59)
4) al-Qabul (menerima, tidak menolak kandungan-kandungannya):
Syahadat tidak diterima dari seseorang yang menerima sebagian kandungan dan menolak sebagian lagi. Seperti halnya orang-orang murtad di Jazirah Arab ketika Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat dunia, mereka menerima seluruh ajaran Islam kecuali zakat. Maka mereka pun diperangi Abu Bakar sebagai orang-orang yang keluar dari agama.
.. أَفَتُؤۡمِنُونَ بِبَعۡضِ ٱلۡكِتَٰبِ وَتَكۡفُرُونَ بِبَعۡضٖۚ فَمَا جَزَآءُ مَن يَفۡعَلُ ذَٰلِكَ مِنكُمۡ إِلَّا خِزۡيٞ فِي ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَاۖ وَيَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ يُرَدُّونَ إِلَىٰٓ أَشَدِّ ٱلۡعَذَابِۗ وَمَا ٱللَّهُ بِغَٰفِلٍ عَمَّا تَعۡمَلُونَ ٨٥
“..Apakah kalian beriman kepada sebagian dari al-Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebagian yang lain? Tia-dalah balasan bagi orang yang berbuat demikian dari pada kalian, melainkan kenistaan dalam kehidupan du-nia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Alloh tidak lengah dari apa yang kalian perbuat.” (QS.Al Baqoroh (2): 85)
5) al-Ikhlash (bersyahadat dan melaksanakan isinya hanya demi Alloh SWT).
Artinya bahwa seseorang bersyahadat harus hanya karena Alloh SWT dan tidak mengharapkan apapun dari siapa pun juga, selain Alloh SWT.
وَمَآ أُمِرُوٓاْ إِلَّا لِيَعۡبُدُواْ ٱللَّهَ مُخۡلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ وَيُقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤۡتُواْ ٱلزَّكَوٰةَۚ وَذَٰلِكَ دِينُ ٱلۡقَيِّمَةِ ٥
“Mereka tidak diperintahkan kecuali beribadah kepada Alloh dengan mengikhlaskan agama bagi-Nya.” (QS. al-Bayyinah (98): 5)
Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
(( أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي مَنْ قَالَ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبهِ ))
“Manusia yang paling berbahagia dengan syafa’atku adalah orang yang mengucapkan La Ilaha IllAlloh dengan tulus ikhlas dari hatinya.” (HR. Bukhori No. 97 dan Ahmad No. 8503)
6) ash-Shidq (jujur):
Yang dimaksud dengan jujur adalah bahwa syahadat yang diucapkan benar-benar meresap di dalam hati, bukan hanya di mulut saja.
الٓمٓ ١ أَحَسِبَ ٱلنَّاسُ أَن يُتۡرَكُوٓاْ أَن يَقُولُوٓاْ ءَامَنَّا وَهُمۡ لَا يُفۡتَنُونَ ٢ وَلَقَدۡ فَتَنَّا ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِهِمۡۖ فَلَيَعۡلَمَنَّ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ صَدَقُواْ وَلَيَعۡلَمَنَّ ٱلۡكَٰذِبِينَ ٣
“Alif lam mim.. Adakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiar-kan saja berkata: kami telah beriman, tanpa mereka diuji. Sesungguhnya Kami telah uji orang-orang yang sebelum mereka, supaya Alloh mengetahui mereka yang jujur dan mereka yang dusta.” (QS. al-‘Ankabut (29): 1-3)
Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
(( مَنْ قَالَ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ صَادِقًا مِنْ قَلْبِهِ دَخَلَ الْجَنَّةَ ))
“Barangsiapa mengucapkan La Ilaha IllAlloh dengan jujur dari hatinya, niscaya dia masuk surga.” (HR. Bukhori No. 125, Muslim No. 47 dan Ahmad No. 11882)
7) al-Mahabbah (kecintaan):
Seseorang yang bersyahadat harus mencintai syahadat tersebut dan mencintai orang-orang yang bersyahadat lain-nya. Harus memberikan al-wala’ dan al-baro’ atas dasar syahadatnya tersebut. Yaitu berwala’ kepada ahli La Ilaha IllAlloh dan berbaro’ kepada musuh-musuh La Ilaha IllAlloh.
وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ ٱللَّهِ أَندَادٗا يُحِبُّونَهُمۡ كَحُبِّ ٱللَّهِۖ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَشَدُّ حُبّٗا لِّلَّهِۗ .. ١٦٥
“Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah Adapun orang-orang yang beriman amat cinta ke-pada Alloh..” (QS. al-Baqoroh (2): 165)
Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
(( أَوْثَقُ عُرَي اْلإِيْمَانِ اَلْحُبُّ فِي اللهِ وَاْلبُغْضُ فِي اللهِ ))
“Ikatan iman yang paling kuat adalah mencintai karena Alloh dan membenci karena-Nya pula.” (HR. Ahmad No. 17793)
Disusun oleh: Anas Abdillah, S.Ud